Label

Minggu, 29 Juli 2012

TERTIB KADERISASI DI PMII

EKO SETIA BUDI WAKIL SEKJEN Pengurus Besar PMII : BAGIAN ADVOKASI Saya akan melihat kaderisasi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berdasarkan hasil workshop pengkaderan nasional kemarin, dan juga akan dipadukan dengan kondisi di jawa timur. Ini belum menjadi acuan yang baku, rencananya awal pebruari akan dibahas. Harapannya bisa bareng-bareng dijadikan sebagai acuan bersama di PMII. Realitas yang terjadi di PMII, ada satu system kaderisasi normal yang harus berjalan secara normal, misalnya MAPABA, PKD, dan PKL. Baik secara kualitas maupun kuantitas, misalnya penurunan peserta dari MAPABA PKD dan PKL. Ini pertanyaan besar yang harus kita jawab. Wilayah antar pengkaderan formal dan informal yang menjadi orientasi Pengurus Besar untuk mengadakan workshop kaderisasi di Jakarta. Dalm kampus umum diharapkan konteks pengetahuan menjadi satu gerak bersama bukan hanya sebuah perspektif. Untuk konteks lokal perlu ada penekanan tersendiri pada masing – masing wilayah. Sehingga diperlukan sebuah kontekstualisasi pengkaderan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sehingga tidak hanya jadi satu perspektif tapi sebuah gerak bersama. Kaderisasi informal banyak dibahasakan dengan BTI misalnya, kaderisasai non formal untuk menunjang registrasi formal kaderisasi, kualitas sdm kader, penguatan basic kader. Kader informal lebih banyak dibangun untuk rasa kebersamaan mandate Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, lebih pada kuantitas. Kaderisasi non formal membangun terciptanya sinergisitas kaderisasi informal dan formal. Problem nasional adalah konteks basic needs local yang berbeda – beda.

ORGANISASI Dan KEPEMINPINAN

Berbicara organisasi tidak terlepas dari sekumpulan orang yang mempunyai visi dan misi bersama, apapun bentuk organisasinya. Organisasi adalah sebuah wadah yang mengikat orang-orang yang mempunyai kesadaran untuk memberikan ilmu-ilmunya terhadap organisasi, organisasi tidak akan pernah memberikan apa-apa terhap individu-individu namun organisasi memberikan ruang dan peluang untuk berkreasi dan memberikan kebebasan berexsperesi. Pertanyaan yang sederhana terhadap organisai yaitu apa itu organisas? dan tujuan organisasi itu untuk apa? ini pertanyaan yang sederhana tetapi memerlukan jawaban yang jelas sehingga organisasi mempunyai paradigma yang jelas Untuk ditranspormasikan terhadap masyarakat. Unsur-Unsur Organisasi  Objek (manusia)  Struktur  AD/ART Organisasi  Symbol  Visi-misi  Materi  Kesadaran bersama  Dll Ini menunjukan bahwa organisasi bukan hanya kepentingan individu tetapi organisasi adalah untuk kepentingan bersama demi teciptanya peroses teranspormasi pendidikan yang mendewasakan masyarakat. KEPEMINPINAN Peminpin tidak terlepas dengan kepeminpinan dan seorang peminpin harus mempunyai dasar keimanan terhadap tuhan yang maha esa dan karakter peminpin mempunyai daya nalar yang cerdas sehingga peminpin organisasi bias melihat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan yang paling penting moral dan tanggung jawab seorang peminpin bias dijadikan tuntunan terhadap kader-kader dan organisasi lain. Persaingan kepeminpinan yang begitu kental tidak sedikit kepeminpinan organisasi dijadikan loncatan untuk kepentingan individu dengan mengorbankan kepentingan bersama. Analisis evaluasi organisasi (POAC) 1. Planning 2. Organizing 3. Activiting 4. Controlling Planning Perencanaan organisasi berangkat dari kepentingan bersama maka yang wajib sebagai peminpin dengan nalar kecerdasan bias memenej keman organisai mau dibawa, dengan visi dan misi organisasi yang jelas maka idiologi organisasi sebagai paradigma yang mencerdasan terhadap kader-kader untuk kemajuan organisasi dan daya jual organisasi demi terciptanya kepentingan bersama. Organizing Pengngorganisiran terhadap kader yang dilakukan dengan cara pengkaderan peminpin dituntut melakukan plow up terhadp anggotanya melalui kebijakan seorang peminpin terhadap pengurus Activating Keaktipan seorang peminpin dengan nalar berorganisasi keingnginan dan kesabaran yang merupakan otak organisasi Controlling Dewasa ini tugas daripada peminpin demi terciptanya organisai yang mempunyai tujuan dan kepentingan bersama maka perlu pengontrolan terhadap AD/ART dan peroduk hukum organisasi sehingga structural organisasi bias berjalan dengan pungsinya.

Rabu, 25 Juli 2012

Komitmen Organisasi

Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dalam rangka memahami apa sebenarnya komitmen individu terhadap organisasi/perusahaan, apa dampaknya bila komitmen tersebut tidak diperoleh dan mengapa hal tersebut perlu dipahami, penulis mencoba menjelaskannya dalam artikel pendek ini. Pengertian Porter (Mowday, dkk, 1982:27) mendefinisikan komitment organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu : 1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. 2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. 3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Sedangkan Richard M. Steers (1985 : 50) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli diatas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja. Jenis Komitmen Komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi 2 bagian : 1. Jenis Komitmen menurut Allen & Meyer Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994: 370 ) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu : afektif, normatif dan continuance. 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. 2. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. 2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup: 1. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. 2. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dna tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. 3. Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah: 1. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi. 2. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama. Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama. Menumbuhkan Komitmen Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi atau organisasinya 1. Identifikasi Identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113). 2. Keterlibatan Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkab mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer, 1985). Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah. Ahli lain, Beynon (dalam Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawaipun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan. 3. Loyalitas loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. Pegawai Kontrak Mengingat bahwa seringkali di dalam suatu organisasi terdiri dari pegawai tetap dan juga pegawai kontrak, maka masalah komitmen seringkali menjadi pertanyaan pihak organisasi terhadap pegawai kontrak. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau upah. Orang mencari kerja awalanya agar memperolah status sebagai pegawai dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun setelah bekerja tuntutannya cenderung menjadi meningkat, misalnya apakah suasana kerjanya menyenangkan atau tidak, apakah ia merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan pekerjaan dan apa yang didapat, dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya komitmen organisasi. Pada pegawai kontrak, umumnya masa 6 (enam) bulan pertama adalah periode dimana pegawai baru menyesuaikan diri dengan tugas, dan biasanya pada saat tersebut lah ia baru terlihat efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya. Namun sayangnya jika ia ternyata cuma dikontrak 1 (satu) tahun, maka dalam bulan-bulan berikutnya ia sudah harus berpikir bahwa akhir tahun masa kontrak habis dan harus memperpanjang, itupun masih meragukan apakah dapat diperpanjang atau tidak; jika secara kebetulan ternyata tidak dapat diperpanjang maka secara disadari atau tidak ketentraman dalam menjalankan tugas terganggu. Begitu juga jika diperpanjang untuk tahun kedua, maka pada akhir tahun pegawai umumnya sudah terlihat gelisah karena setelah tahun kedua kemungkinan untuk diperpanjang snagat kecil (terbentur peraturan, dll), sehingga efisiensi kerjanya menjadi kurang, karena perhatiannya pasti lebih tercurah untuk mencari kerja di tempat lain. Dalam kondisi tersebut maka bagi pegawai kontrak tentu sulit diukur tingkat komitmennya terhadap organisasi, apalagi jika kita melihat bahwa komitmen tersebut menyangkut aspek loyalitas dan sebagainya. Dengan dasar ini maka penting bagi pihak manajemen (pengusaha) untuk menentukan pekerjaan atau jabatan apa saja yang cocok untuk pegawai kontrak sehingga tidak merugikan organisasi di kemudian hari. Dua Pihak Dengan membaca uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan pegawai (individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh: seorang pegawai yang semula kurang memiliki komitmen, namun setelah bekerja ternyata selain ia mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata didapati adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan. Hal itu tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasilitas transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan kerja maka dapat dipastikan ia dapat bekerja dengan penuh semangat, lebih produktif, dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi kerja dalam organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitment individu terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung menjelek-jelekkan tempat kerjanya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi, mogok kerja, unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan kriminal dan sebagainya.

Senin, 09 Juli 2012

MANAJEMEN ORGANISASI

Istilah “manajemen” seringkali menimbulkan tanggapan yang campur aduk, apalagi di lingkungan organisasi nirlaba. Soalnya istilah-istilah tersebut menimbulkan kesan sebagai suatu kumpulan pejabat organisasi perusahaan atau pabrik (karena istilah ini memang berasal dari sana)yang menentang para pekerja mereka, padahal organisasi nirlaba justru sangat tertarik untuk mengorganisir kaum buruh. Seringkali istilah manajemen memang diartikan sebagai sekelompok orang pimpinan dalam “manajemen” . Kita seringkali mendengar seseorang di sebuah perubahan atau pabrik mengatakan: “Pihak manajemen sudah memutuskan...”, “Saya sudah melaporkan kepada pihak manajemen” dan sebagainya. Kelompok(pimpinan) manajemen ini memang sering dianggap sebagai biang keladi semua ketidakberesan yang terjadi dalam suatu organisasi, atau bahkan ketidakberesan yang terjadi di tengah masyarakat luas. Tidak heran jika banyak manajer yang sering tak mau dikenali sebagai manajer. Lebih dari itu, istilah manajemen terlalu sering dikaitkan dengan sebuah perusahaan yang sekedar mencari untung.(Terj: Roem Topatimasang, P3M, 1988) Penggalan paragraf diatas menunjukkan bahwa sebetulnya istilah “manajemen” masih bias. Ada semacam anggapan bahwa manajemen organisasi adalah tidak sama antara masing-masing organisasi, provit dan non-provit. Dalam organisasi provit, hal ini lebih dikenal dengan istilah Public Relations(PR). Dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian manajemen yang sesuai dengan organisasi nirlaba. Bahwasanya setiap organisasi membutuhkan suatu sistem yang menjalankan fungsi-fungsi vital, sebagai berikut: Mengintegrasikan organisasi sebagai salah satu bagian dari masyarakat luas Setiap organisasi adalah bagian dari suatu sistem yang lebih besar (masyarakat) yang akan mempengaruhi sistem, dan organisasi itu merupakan salah satu bagian (sub-sistem)nya. Ini penting dipahami karena seseorang atau kelompok-kelompok tertentu akan mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara organisasi dengan lingkungannya dalam rangka membantu organisasi untuk mengetahui, menyerap perubahan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan tersebut. Menjamin kemudahan memperoleh sumberdaya Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting. Sebab semua organisasi memperoleh sumberdaya di lingkungannya. Sumberdaya tersebut umumnya terpakai habis, sehingga sumberdaya yang baru harus segera ditemukan. Jika organisasi gagal memberikan pelayanan jasa yang tepatguna dan boros menyalurkan sumberdaya dari lingkungannya, cepat atau lambat kemudahan mendapatkan sumberdaya tersebut semakin terbatas. Padahal sebuah organisasi nirlaba menggantungkan dana hibah dari luar, dan setiap orang dalam organisasi itu tahu bagaimana pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan donor yang menjadi sumbernya. Sumberdaya lain yang terpenting adalah manusia. Bagi organisasi nirlaba, hal ini menjadi lebih penting dibandingkan dengan organisasi yang lain. Anggota yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan visi, misi, tujuan dan pencapaian hasil organisasi. Pekerja yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai dasar apakah ia akan bergabung atau tidak dengan organisasi tersebut. Jadi kemudahan memperoleh sumberdaya manusia harus tetap menjadi perhatian dari manajemen organisasi nirlaba. Hubungan dengan klien(Pemakai dan penerima jasa) Suatu organisasi didirikan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Adanya kebutuhan tersebut mendorong lahirnya organisasi sehingga orang-orang mau menjadi kliennya. Melakukan pendekatan dengan orang-orang adalah perhatian utama dari manajemen organisasi nirlaba. Selama organisasi memuaskan kebutuhan klien, hubungan baik dengan mereka mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, organisasi dapat kehilangan hubungan baiknya dengan klien, karena pemenuhan kebutuhan mereka tidak berlanjut atau karena beberapa alasan lain. Sekali suatu organisasi telah dibentuk, ia harus bekerja keras untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kliennya, meskipun pada awalnya tampak mereka tidak mau memenuhi kebutuhan tersebut. Pada organisasi nirlaba, mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya demi mempertahankan hubungan baik dengan konsumen mereka, dan telah menemukan berbagai metode kreatif untuk mendapatkan dukungan dari pelanggan potensial. Organisasi dapat belajar dari pengalaman tersebut. Memantapkan misi organisasi Semua organisasi membutuhkan kemantapan dan keberlangsungan misi mereka. Ini merupakan fungsi dari sistem manajemen organisasi nirlaba unjuk menjelaskan dan menyampaikannya kepada klien. Penjelasan tersebut harus memuat aspek-aspek penting organisasi, termasuk jasa kepada klien, pencapaian hasil kerja dan produktivitas, penggunaan sumberdaya fisik dan finansial, penggunaan sumberdaya manusia, tanggungjawab kemasyarakatan, pembaharuan-pembaharuan, dan hasil-hasil karya kreatif yang telah dicapai selama ini. Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi Ini merupakan sederetan fungsi-fungsi manajemen tradisional yang dibutuhkan oleg organisasi nirlaba untuk menjamin organisasi yang bersangkutan berjalan baik. Fungsi perencanaan mencakup perumusan tujuan jangka pendek dan jangka panjang organisasi, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi pengorganisasian adalah memadukan orang-orang dan tugas-tugas mereka dalam suatu struktur yang terencana, bukan semata-mata demi tugas itu sendiri, tetapi juga memuaskan kebutuhan orang-orang yang melaksanakannya. Jika organisasi tumbuh dan semakin menjadi besar, kebutuhan akan pengarahan muncul pula. Oleh sebab itu fungsi pengendalian harus diberlakukan juga. Fungsi pengawasan ini perlu untuk menjaga agar organisasi tetap berjalan pada jalurnya dan untuk mengorek kesalahan yang terjadi. Akhirnya, fungsi evaluasi dibutuhkan untuk menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi. Mengintegrasikan Sub-Sistem Sosial dan Tugas-tugas Sub-sistem sosial suatu organisasi menjamin penyediaan orang-orang yang mau bekerja dan sub-sistem tugas menentukan pekerjaan apa yang harus dilakukan oleh mereka. Kedua sub-sistem ini akan menimbulkan kegawatan jika antara keduanya saling bertentangan. Mesti ada sistem manajemen yang harus menjamin, bahwa kedua sub-sistem ini benar-benar berjalan seiring. Kita semua pasti memiliki pengalaman bekerja di dalam suatu sistem dimana pekerjaan-pekerjaan tersebut dicampur-adukkan dengan motivasi kita untuk melaksanakannya. Atau, kita-pun sudah sering melaksanakan tugas yang terlalu enteng, rutin, monoton dan membosankan; atau tugas-tugas justru terlalu rumit, terputus-putus dan membingungkan. Jika hal ini terjadi, sulit mempertahankan staf yang berkemampuan agar betah bekerja. Contoh-contoh klasik dari dua keadaan ekstrim ini adalah putusnya hubungan baik dengan staf pada suatu sisi dan tidak berdayanya tim pemecah masalah tersebut pada sisi yang lain. Hal-hal di atas merupakan unsur-unsur penting dan mutlak dalam suatu organisasi. Semuanya merupakan suatu ukuran baku yang disebut sebagai Fungsi Manajemen. Tulisan ini disusun atas dasar kaidah-kaidah tersebut.

KEORGANISASIAN

Secara sederhana organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu system yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Lengkapnya dapat dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Lubis dan Martin,1989). Administrasi sebagai Total Sistem Biasanya administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kegiatan pelaksanaan usaha bersama yang dilakukan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya secara efektif dan efisien atau bisa juga ditambah secara ekonomis dan produktif. Dari konsep tersebut maka administrasi harus terdesain oleh kerangka dasar yakni manajemen, leadership, pengambilan keputusan, human relations, manusia dan sarana kerja (SP. Siagian, 74). Secara khusus ilmu manajemen didefinisikan sebagai yang mempelajari bagaimana cara menapai tujuan, fungsi apa saja yang harus dilakukan dengan menggunakan alat, tenaga orang, ide, dan system secara efektif dan efisien. Manajemen, sebagai komponen dari administrasi dapat di tinjau dari tiga segi : • Kepemimpinan, tidak dimaksudkan melakukan sendiri kegiatan-kegiatan operasional akan tetapi menjamin orang lain mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan kebijaksanaan, keputusan, dan pedoman yang telah diberikan. kepemimpinan mempunyai dua atribut menurut Mellit yaitu personal dan institusional, Atribut – atribut personal kepemimpinan mencakup intelegensi, keberanian, integritas kekuatan, kesiapan fisik, determinasi, ketekunan, kerja keras, kecerdikan dan bahkan terkadang kebingisan, Sedangkan atribut institusional kepemimpinan mencakup status, kekayaan, posisi, dan kolega atau teman yang mampu, kesempatan atau peluang yang khusus, suatu hubungan tertentu antara harapan atau aspirasi rakyat dengan penampilan kepemimpinan dan lain – lain. Atribut –atribut kepemimpinan, baik personal atau institusional akan sangat menentukan efektif tidaknya kepemimpinan. Dengan demikian seorang pemimpin memang di tuntut mempunyai berbagai kelebihan dari yang dipinpin, seperti keunggulan emosional, keunggulan kecerdasan, keunggulan ketrampilan, keunggulan fisik, kekayaan dan lain sebagainya. • Pengambilan keputusan, kesuksesan seorang pemimpin bukan hanya dilihat dari banyaknya jabatan atau pangkat saja. Tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana ia memanage organisasi, bersikap dan mengambil keputusan secara cermat, cerdas, dan cepat. Analisa yang dapat digunakan dalam decition making adalah menggunakan instrument analisa SWOT (Strength/kekuatan, Weakness/kelemahan oprtunity/peluang, Treats/ancaman) Human Relation, hasil dari kebulatan keputusan tadi pada proses tindak lanjutnya sebaiknya berpijak pada unsur kemanusiaan dan jika digerakkan dengan tepat maka akan menjadi efisien dan jika tidak demikian maka terkadang manusia justru akan menjadi unsur perusak rencana (Destroyer of Planning). Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi Ini merupakan sederetan fungsi-fungsi manajemen tradisional yang dibutuhkan oleh organisasi nirlaba untuk menjamin organisasi yang bersangkutan berjalan baik. Fungsi perencanaan mencakup perumusan tujuan jangka pendek dan jangka panjang organisasi, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi pengorganisasian adalah memadukan orang-orang dan tugas-tugas mereka dalam suatu struktur yang terencana, bukan semata-mata demi tugas itu sendiri, tetapi juga memuaskan kebutuhan orang-orang yang melaksanakannya. Jika organisasi tumbuh dan semakin menjadi besar, kebutuhan akan pengarahan muncul pula. Oleh sebab itu fungsi pengendalian harus diberlakukan juga. Fungsi pengawasan ini perlu untuk menjaga agar organisasi tetap berjalan pada jalurnya dan untuk mengorek kesalahan yang terjadi. Akhirnya, fungsi evaluasi dibutuhkan untuk menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi. Dari kaca mata manajemen ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan : Pertama, Aspek Sumber Daya Manusia merupakan aset penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sehingga sisi manajerial merupakan konsekuensi lebih jauh dalam mencapai efektifitas organisasi. Kedua, Aspek legal formal, kebijakan dan prosedur yang harus ditempuh dalam mencapai tujuan institusional. Ketiga, Kultur; tata nilai yang melatar belakangi perilaku manajerial sesuatu institusi dalam mencapai tujuannya yang dilingkungan perusahaan dikenal dengan istilah Corporate Culture. Keempat, Integrasi; Yang memungkinkan timbulnya kebersamaan dalam lingkungan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi, sehingga sangat potensial dalam mencapai tujuan organisasi. (Michael Armstrong, 1998) Di dalam menajemen dibutuhkan beberapa persyaratan : 1. harus ada tujuan/platform 2. harus ada masyarakat/anggota 3. harus ada manager/leader 4. harus ada kerjasama/corporate 5. harus ada system/mekanisme kerja yang kongkrit. Persoalannya kemudian adalah sejauh mana sistem yang ada diorganisasi kita mampu menciptakan suasana kondusif bagi perkembangan potensi anggotanya.