Label

Minggu, 05 Agustus 2012

ANALISIS KORELASIONAL

Analisa Korelasional adalah analisa yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Analisa korelasional/hubungan/assosiasi dapat dikatakan merupakan pengembangan dari analisa deskriptif (untuk selanjutnya baca : deskriptif-kuantitatif), kalau dalam penelitia deskriptif kita mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, menyusunya dengan sistematis, kita analisa dengan cermat dan yang dideskripsikan dalam analisis penelitian adalah variabel-variabel penelitian, situasi dan kondisi yang melingkupinya. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar gejala (variabel), hubungan tersebut positif atau negatif dan seberapa erat hubungan antar gejala tersebut. Misalnya pengusaha ingin mengetahui hubungan antara muatan informasi (kecukupan/kekurangan informasi) dan kebutuhan akan informasi, Divisi Humas ingin mengetahui hubungan antara kualitas media (daya tarik untuk dibaca, sesuai dengan kebutuhan, terpercaya, mudah dipahami, lengkap dan jelas dsb) dan motif pengunaan media, dosen ingin mengetahui hubungan antara pemberian tugas dengan prestasi mahasiswa dsb. Terdapat beberapa perbedaan yang membedakan Analisa Korelasional dan Analisa Deskriptif yaitu bahwa dalam analisa deskriptif tidak membahas tentang hubungan antar variabel, sedangkan kalau kita lihat dari jenis datanya sama, yang membedakan adalah sifat-sifat analisanya, analisa deskripsi mendeskripsikan variabel dan karakteristik responden, sedangkan analisa korelasional meneliti bagaimana untuk memperoleh kejelasan ada tidaknya hubungan antar variabel dan karakteristik responden seperti apa dalam konteks penelitian tersebut. Statistik deskripsi tidak berupaya adanya generalisasi data sampel terhadap populasi, sedangkan analisis korelasional selain mendesripsikan data sampel, peneli ingin memperoleh kesimpulan apakah korelasi (yang sebenarnya data sampel) tersebut juga berlaku pada populasi (dengan uji signifikansi). Perbedaan tersebut dapat terlihat dari analisa deskriptif kita mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, menyusunya dengan sistematis, kita analisa dengan cermat dan yang dideskripsikan dalam analisis penelitian adalah variabel-variabel penelitian, situasi dan kondisi yang melingkupinya. Analisa korelasional bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar gejala (variabel), hubungan tersebut positif atau negatif dan seberapa erat hubungan antar gejala tersebut. Misalnya pengusaha ingin mengetahui hubungan antara muatan informasi (kecukupan/kekurangan informasi) dan kebutuhan akan informasi, Divisi Humas ingin mengetahui hubungan antara kualitas media (daya tarik untuk dibaca, sesuai dengan kebutuhan, terpercaya, mudah dipahami, lengkap dan jelas dsb) dan motif pengunaan media, dosen ingin mengetahui hubungan antara pemberian tugas dengan prestasi mahasiswa dsb. Statistik deskripsi tidak berupaya adanya generalisasi data sampel terhadap populasi, sedangkan analisis korelasional selain mendesripsikan data sampel, peneli ingin memperoleh kesimpulan apakah korelasi (yang sebenarnya data sampel) tersebut juga berlaku pada populasi (dengan uji signifikansi). Penelitian korelasi (secara statistik) menunjukkan adanya ko-variasi (sebaran data yang sama) antar variabel, apakah variasi-variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor yang lain, yang mana hubungan tersebut kemungkinan merupakan : 1. “ko-variasi antar variabel dari penyebab (dependen) yang sama” 2. “ko-variasi antar variabel akibat (independent)” , atau 3. atau mungkin korelasi tersebut sifatnya “hanya kebetulan saja”. Untuk memperoleh informasi yang akurat tentang dugaan hubungan antar variabel tersebut dapat perpedoman pada teori (konsep dan proposisi), model, atau melakukan penelitian secara intensif dan mendalam. Penelitian asosiasi atau korelasi sering dikaburkan dengan penelitian/analisis causal (sebab-akibat), korelasi yang kuat dianggap adanya hubungan sebab-akibat. Hubungan kausal dapat diinterpretasikan pasti “ada hubungan” yang sifatnya kausalitas, tetapi kalau “ada hubungan” belum tentu adanya kausalitas. Kita sering terjebak dengan proses berfikir yang nampaknya logis atau cara berfikir linier, hal inilah yang perlu dicermati, khususnya dalam perumusan masalah. Jika ada kesalahan dalam membuat perumusan masalah, alih-alih pertanyaan yang salah tentang obyek yang kita teliti tidak akan menghasilkan jawaban yang benar. Sebagai Contoh, pernyataan : 1. Pengaruh “kemampuan membaca” terhadap “lamanya belajar Mahasiswa” 2. Hubungan antara “kemampuan membaca”dengan “lamanya belajar Mahasiswa” 3. Pengaruh “kemampuan membaca” dan “lamanya belajar Mahasiswa” terhadap “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa tentang Metode Penelitian Komunikasi”. Adanya hubungan antara “kemampuan membaca” dan “lamanya belajar” jangan diinterpretasikan bahwa “lamanya belajar” disebabkan oleh “kemampuan membaca”. Atau “Lamanya Belajar” diakibatkan oleh “ Kemampuan membaca”. Mahasiswa yang “lama belajar” belum tentu atau bukan karena “kemampuan membacanya yang kurang”, tetapi (diduga) karena akan mengikuti UTS, karena ingin bisa, lagi tertarik dsb. Bandingkan dengan; Pengaruh “kemampuan membaca” dan “ lamanya belajar” terhadap “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa tentang Metode Penelitian Komunikasi”. Jika kita perhatikan dengan seksama, dari ketiga pernyataan tersebut yang secara logika mana yang lebih dapat diterima dan benar. Dengan demikian tipe hubungan antar variabel dalam penelitian korelasional adalah hubungan simetri, adalah jenis hubungan antar variabel yang mana suatu variabel yang satu tidak disebabkan oleh variabel yang lain atau tidak dipengaruhi oleh variabel yang lain. Hal ini dapat terjadi apabila : 1. Kedua variabel tersebut merupakan dimensi/indikator untuk konsep yang sama, misalnya : Hubungan antara frekuensi penggunaan media, durasi (lama), pilihan jenis media dan jenis isi sebagai indikator dari pola penggunaan media dsb. 2. Sebagai akibat dari faktor yang sama, Misalnya; Penguasaan materi, lulus mata kuliah, IP bagus sebagai akibat yang sama karena rajin membaca/belajar dsb. 3. Berkaitan secara fungsional, apabila keberadaan sesuatu hal diikuti oleh keberadaan yang lainnya atau sebaliknya. Misalnya : ada mahasiswa ada dosen, ada asap – ada api, ada pekerja – ada majikan, ada pimpinan – ada bawahan, dsb. 4. Hubungan yang sifatnya kebetulan saja. Misalnya; hubungan mimpi buruk dengan kehilangan HP, hubungan berkokok-nya ayam dengan terbitnya matahari, dsb. Analisis Data dalam Analisa Korelasional Dalam melakukan analisis data yang perlu diperhatikan adalah : 1. Masalah dan Tujuan penelitian; 2. Hubungan antar variabel (hipotesis penelitian) yang dalam analisa statistik sebagai hipotesis statistik (Ho dan H1); 3. Jenis informasi dan jenis data; apakah data yang kita peroleh sebagai data nominal, ordinal, interval atau rasio; 4. Kesesuaian antara jenis data dengan jenis analisa statistik yang digunakan; 5. Taraf signifikansi (α) atau tingkat kepercayaan (1- α); 6. Berbagai variasi analisis data berdasarkan kebutuhan dsb. Alat analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan dua atau lebih variabel. Korelasi antar dua variabel disebut korelasi sederhana, dan korelasi lebih dari dua variabel disebut korelasi berganda (multiple Correlation). Sehingga alat anlisa ada rumus untuk menghitung korelasi sederhana dan berganda. Berbagai variasi alat analisa korelasi tergantung dari hubungan antar variabel dan jenis data, apakah nominal, ordinal atau interval dan tujuan penelitian kita.

ANALISIS KEBIJAKAN REDAKTUR

Kebijakan sendiri merujuk pada tiga hal yakni sudut pandang (point of view); rangkaian tindakan (series of actions) dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dan seorang Redaktur merupakan suatu pimpinan sekaligus penanggung jawab dalam suatu media. Oleh karenanya Analisa Kebijakan Redaktur merupakan suatu proses analisa mengenai kebijakan redaktur dalam proses penerbitan suatu media. Proses Analisa Kebijakan Dalam proses analisa kebijakan, terdapat dua pendekatan yaitu: 1. Analisis proses kebijakan (analysis of policy process), dimana dalam pendekatan ini, analisis dilakukan atas proses perumusan, penentuan agenda, pengambilan keputusan, adopsi, implementasi dan evaluasi dalam proses kebijakan. Jika dilihat dari item analisisnya, pendekatan ini lebih melihat kandungan (content) sebuah proses kebijakan. 2. Analisis dalam dan untuk proses kebijakan (analysis in and for policy process), dimana dalam pendekatan ini, analisis dilakukan atas teknik analisis, riset, advokasi dalam sebuah proses kebijakan. Nampaknya, pendekatan ini cenderung melihat prosedur proses kebijakan. Hasil analisis kebijakan adalah informasi yang relevan bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan kebijakan. Analisis bisa dilakukan pada semua tahap proses kebijakan Analisis pada tahap selanjutnya mencakup interpretasi dan sosialisasi kebijakan, merencanakan serta menyusun kegiatan implementasi kebijakan. Hasil analisis pada tahap ini adalah aksi kebijakan (policy action). 3. Analisis berikutnya adalah evaluasi implementasi kebijakan dengan memperhatikan tingkat kinerja dan dampak sebuah implementasi kebijakan. Hasil analisisnya berupa informasi kinerja yang akan menjadi dasar tindakan apakah kebijakan tersebut akan diteruskan atau sebaliknya. Tipe Analisis Kebijakan Tipe analisis kebijakan dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: 1. Tipe analisis akademis. Tipe analisis ini berfokus pada hubungan antara faktor determinan utama dengan isi kebijakan dan berusaha untuk menjelaskan hakikat, karakteristik dan profil kebijakan dan bersifat komparatif baik dari segi waktu maupun segi subtansi. 2. Tipe analisis terapan. Tipe analisis ini lebih memfokuskan diri pada hubungan isi kebijakan dengan dampak kebijakan serta lebih berorientasi pada evaluasi kebijakan dan bertujuan untuk menemukan alternatif lebih baik dan bisa menggantikan kebijakan yang sedang dianalisis. Elemen dalam Kebijakan yang Menjadi target analisis Terdapat tiga elemen dalam kebijakan yang menjadi target analisis, yakni: 1. faktor determinan utama; 2. isi kebijakan; dan 3. dampak kebijakan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

ANALISIS FRAMING

Konsep Framing Analisis framing versi terbaru dari pendekatan wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Dan yang pertama kali melontarkan tentang framing adalah Beterson 1955 (Sudibyo 1999a : 23). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta menyediakan kategori – kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Dalam ranah studi komunikasi, mewakili analisis tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep framing adalah murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi di pinjam oleh ilmu kognitif (psikologi). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang untuk implementasi konsep sosiologi, politik dan cultural untuk menganalisis fenomena komunikasi. Dalam perspektif komunikasi, framing digunakan untuk membedah cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain framing di gunakan untuk mengetahui bagaimana cara pandang wartawan dalam menyeleksi isu dan menulis berita. Dalam konsep psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik. Dalam konsep ilmu lain konsep framing terkesan tumpang tindih, fungsi frame kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik. Teknik Framing Secara teknis sangat tidak mungkin seorang jurnalis memframing seluruh bagian berita, atau dalam kata lain hanyalah berita yang terpenting yang akan menjadi objek framing jurnalis. Framing dalam berita dilakukan dengan empat cara:  Identifikasi Masalah  Identifikasi Penyebab Masalah  Evaluasi Moral  Saran Penaggulangan Masalah Menurut Abrar (2000:73) menyebutkan bahwa pada umumnya ada empat teknik memframing berita yang digunaka oleh wartawan 1)Cognitive Dissonance (ketidaksukaan sikap dan perilaku), 2)empati (membentuk “pribadi khayal”), 3)Packing (daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan), 4)Assosiasi (menggabungkan kondisi, kebijakan dan objekyang sedang actual dengan focus berita).Dan sekurangnya ada tiga bagian yang menjadi objek framing seorang wartawan, yaitu ; judul berita, focus berita dan up berita. Analisis framing bisa dilakukan dengan bermacam-macam focus dan tujuan. Pendekatan framing di bagi menjadi dua; a. Pendekatan Kultural Meliputi identifikasi dan kategorisasi terhadap penanggulangan, penempatan, asosiasi, dan penajaman kata, kalimat dan proposisi tertentu dalan suatu wacana. b. Pendekatan Individual Frame dalam level individu menimbulkan konsekuensi bahwa untuk tujuan tertentu, studi framing tidak bisa hanya dilakukan dengan analisis isi terhadap teks media. Menurut Sudibyp (1999a:42) analisis framing terhada skemata individu bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif.   Model Framing Ada dua model framing yang sering dioergunakan: a. Pan dan Kosciki Melalui tulisan “a framing analysis: An approach to New Discourse” meng-opersionalisasikan empat dimensi structural teks berita sebagai perangkat teks framing: sintaksis, skrip, tematik dan retoris yang membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantic berita dalan koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita memiliki frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi berita. Dalam pendekatan ini framing di bagi menjadi 4 struktur besar:  Struktur sintaksis Bisa diamati dari bagan berita  Struktur skrip Melihat bagaimana strategi bertutur atau bercerita yang digunakan wartawan dalam mengemas berita.  Struktur tematik Bagaimana seorang wartawan mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.  Struktur retoris Bagaimana seorang waratawan menekankan arto tertentu atau dalam kata lain penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti tertentu. b. Gamson dan Modigliani Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media, berita dan artikel, terdiri atas Package Interaktif yang mengandung konstruksi makna tertentu. Dalam Package Interaktif terdapat dua struktur:  Core Frame Merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator menunjukkan substansi isu yang dibicarakan.  Condensing Symbol Memiliki dua struktur framing devices dan reasoning devices. Framing Devices mencakup methapore, exemplar, cathcpharses, deceptions dan visual image yang menekankan pada bagaimana “melihat” aspek suatu isu atau berita. Sedangkan Reasoning Devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots dan appeals

ANALISIS SEMIOTIK

Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik. Berkenaan dengan hal tersebut, analisis semiotik merupakan upaya untuk mempelajari linguistik-bahasa dan lebih luas dari hal tersebut adalah semua perilaku manusia yang membawa makna atau fungsi sebagai tanda. Bahasa merupakan bagian linguistik, dan linguistik merupakan bagian dari obyek yang dikaji dalam semiologi. Selain bahasa yang merupakan representasi terhadap obyek tertentu, pemikiran tertentu atau makna tertentu, obyek semiotika juga mempelajari pada masalah-masalah non linguistik. Salah seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan teori De de Saussure ialah RolandBarthes (1915 – 1980). Ia menerapkan model Ferdinand De Saussure dalam penelitiannya tentang karya -karya sastra dan gejala-gejala kebudayaan, seperti mode pakaian. Bagi Barthes komponen – komponen tanda penanda – petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa antara lainterdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan si stem citra dan kepercayaan yang dibentukmasyarakat untuk memp-ertahankan dan menonjolkan identitasnya (de Saussure,1988). Selanjutnya Barthes (1957 dalam de Saussure) menggunakan teori signifiant - signifie yang dikembangkan menjadi teori tentang metabaha sa dan konotasi. Istilah signifiant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) ter-tentu, sehingga membentuk tanda ( sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda. Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengem-bangan ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangan -nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi dise but metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya. Macam-macam Semiotik Hingga saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis -jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural. 1. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu. 2. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. 3. Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah system tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. 4. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan c erita lisan (folklore). 5. Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normative merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambing rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

ANALISIS WACANA

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Senada dengan itu, cocok dalam hal ini menyatakan bahwa analisis wacana itu merupakan kajian yang membahas tentang wacana, sedangkan wacana itu adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Menurut Stubbs (Arifin,2000:8). Analisis wacana dalam Sobur ( 2006:48) adalah studi tentang struktur pesan pada dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai aneka fungsi (prakmatik) bahasa. Kajian tentang pembahasaan realitas dalam sebuah pesan tidak hanya apa yang tampak dalam teks atau tuklisan, situasi dan kondisi (konteks) seperti apa bahasa tersebut diujarkan akan membedakan makna subyektif atau makna dalam perspektif mereka. Crigler (1996) dalam Sobur (2006 : 72) mengemukakan bahwa analisis wacana termasuk dalam pendekatan konstruktionis. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis yaitu : 1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas politik. 2. Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai suatu proses yang terus menerus dan dinamis. Dari sisi sumber (komunikator), pendekatan konstruksionis memeriksa pembentukan bagaimana pesan ditampilkan, dan dari sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi individu ketika menerima pesan. Kembali pada anilsa wacana yang sesungguhnya berusaha memahami bagaimana realitas dibingkai, direproduksi dan didistribusikan ke khalayak. Analisis ini bekerja menggali praktek-praktek bahasa di balik teks untuk menemukan posisi ideologis dari narasi dan menghubungkannya dengan struktur yang lebih luas. Dengan demikian analisis wacana merupakan salah satu model analisa kritis yang memperkaya pandangan khalayak bahwa ada keterkaitan antara produk media, ekonomi dan politik. Keterkaitan ini dapat dimunculkan pada saat analisis wacana bergerak menuju pertanyaan bagaimana bahasa bekerja dalam sebuah konteks dan mengapa bahasa digunakan dalam sebuah konteks dan bukan untuk konteks yang lain. Pada dasarnya ada beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut. Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi. Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi). Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how). Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

ANALISIS ISI

Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi–inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh ini, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi. Sebenarnya analisis isi komunikasi sangat tua umurnya, setua umur manusia. Namun, panggunaan teknik ini diintoduksikan di bawah nama analisis isi dalam metode penelitian tidak setua umur penggunaan istilah tersebut. Tuanya umur penggunaan analisis isi dalam praktik kehidupan manusia terjadi karena sejak ada manusia di dunia, manusia saling menganalisis makna komunikasi yang dilakukan antara satu dengan lainnya. Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian justru muncul dari orang seperti Bernard Berelson (1959). Ia telah menaruh banyak perhatian pada analisis isi. Berelson mendefinisikan analisis isi dengan: content anlysis is a research technique for the objective, systematic, and quantitative description of the manifest content of communication. Tekanan Berelson adalah menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi. Kendatipun banyak kritik yang dapat kita sampaikan pada definisi Berlson sehubungan perkembangan analisis isi sampai hari ini, namun catatan mengenai objektif dan sistematik dalam menganalisis isi komunikasi yang tampak dalam komunikasi, menjadi sangat penting untuk dibicarakan saat ini. Analisis isi dapat di pergunakan pada teknik kuantitatif maupun kualitatif, tergantung pada sisi mana peneliti memanfaatkannya. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Karya-karya besar dalam penelitian kualitatif tentang penggunaan analisis isi seperti yang dilakukan oleh Max Weber dalam bukunya The proestant ethic dan the spirit of capitalism. Dalam karya ini Max Weber berusaha menentukan apa yang di maknakan dengan “Spirit of capitalism” terutapa dari apa yang di tulis oleh Benyamin Franklik. Namun, Weber lebih banyak bertitik tolak dari kasus-kasus konkret yang bertujuan untuk menciptakan tipe-tipe ideal (ideal types) dari sekadar menghasilkan suatu deskripsi objektif dan sistematis dari tulisan Franklin. Jadi, dalam menyifatkan “Protestan ethic dan spirit of capitalism”, maka Weber mengkaji isi tulisan Franklin secara ideal. Hal ini dilakukan dengan sengaja karena Weber tidak percaya bahwa realitas historis adalah seperti yang dideskripsikan dalam tipe-tipe ideal yang diciptakan, seperti ascetism, rational organization of labour, dan lainnya. Selain itu, penggunaan analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja, karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu. Penggunaan analisis isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan semua tindkan harus didasarkan pada tujuan tersebut. Langkah berikutnya adalah memilih unit analisis yang akan di uji, memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek penelitan berhubungan dengan data-data verbal (hal ini umumnya ditemukan dalam analisis isi), maka perlu disebutkan tempat, tanggal, dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan dalam suatu media, perlu di lakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan itu. Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana pual W.Missing melakukan studi tentang “The Voice of America”. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga di catat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satauan makna berbungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan di cari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian. Bentuk Klasifikasi Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi sebagai berikut: 1. Analisis isi pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu kata diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap produk sikat gigi A. 2. Analisis isi semantik, di lakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya. Jenis Analisis Isi Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut: 1. Analisis penunjukan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. 2. Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi dirujuk (misalnya referensi kepada ketidakjujuran, kenakalan, penipuan, dan sebagainya). 3. Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar di sebut analisis tematik. Contohnya, referensi terhadap perilaku nyontek di kalangan mahasiswa sebagai maling, pembohong dan sebagainya 4. Analisis sarana tanda (sign-vechile), dilakukan untuk mengklasifikasi isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali kata cantik muncul, kata seks muncul. Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial dan bagimana simbol-simbol itu terbaca dan dianalisis oleh peneliti. Sebagaimana penelitian kualitatif lainnya, kredebilitas peneliti menjadi amat penting. Analisis isi memerlukan peneliti yang mampu menggunakan ketajaman analisisnya untuk merajut fenomena isi komunikasi menjadi fenomena sosial yang terbaca oleh orang pada umumnya. Dapat dipahami bahwa makna simbol dan interaksi amat majemuk sehingga penafsiran ganda terhadap objek simbol tunggal umumnya menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial. Oleh karena itu, analisis isi menjadi tantangan sangat besar bagi peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman dasar terhadap kultur dimana komunikasi itu terjadi amat penting. Kultur ini menjadi muara yang luas terhadap berbagai macam bentuk komunikasi di masyarakat. Pada penelitian kualitatif, terutama dalam strategi verifikasi kualiatif, teknik analisis data ini diangap sebagai teknik analisis data yang sering digunakan. Namun selain itu pula, teknik analisis ini dipandang sebagai teknik analisis data yang paling umum. Artinya, teknik ini adalah yang paling abstrak untuk menganalisis data-data kualitatif. Analisis Isi berangkat dari anggapan dasar dari ilmu-ilmu sosial bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi adalah dasar dari studi-studi ilmu sosial. Deskripsi yang diberikan para ahli sejak janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronso (1968) tentang Content Anlysis, selalu menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi. Analisis isi sering digunakan dalam analisis-analisis verifikasi. Cara kerja atau logika analisis data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif. Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, mengklasifikasikan data tersebut dengan kriteria-kriteria tertentu serta melakukan prediksi dengan teknik analisis yang tertentu pula. Secara lebih jelas, alur analisis dengan menggunakan Teknik Analisis Isi (Content Analysis).