Sabtu, 24 Maret 2012
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Pokok-Pokok Kandungan Pendidikan Islam
Selain berpegang pada prinsip dan dasar di atas, pendidikan Islam juga dicirikan oleh kandungannya yang merupakan representasi dari ajaran Islam. Dalam hal ini, kandungan pendidikan Islam pada intinya bersumber pada semua aspek yang mengarah pada pemahaman dan pengamalan doktrin Islam secara menyeluruh.
Maksum menjelaskan pokok-pokok pendidikan Islam sebagai berikut;
Aqidah tauhid
Pengajaran tauhid pada dasarnya adalah memenuhi fitrah manusia (Q.S. al-A’raf (7): 172). Sehingga prinsip ketauhidan dalam pendidikan Islam harus menjadi dasar bagi perumusan tujuan, perancangan metode dan penyusunan bahan-bahan pendidikan. Dengan kata lain, tujuan, metode maupun bahan-bahan pendidikan tidak boleh bertentangan dengan jiwa tauhid, melainkan justru harus dalam rangka mengekalkan dan memantapkan jiwa tersebut, baik yang uluhiyahnya maupun rububiyahnya.
Manusia
Dalam pandangan Islam, manusia memiliki dua peran utama. Yaitu peran sebagai khalifah Allah dan sebagai ‘Abd. Kedua peran tersebut agaknya sejalan dengan dua tahapan kehidupan manusia, yaitu kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Sebagai pencipta dan pemilik alam semesta, termasuk manusia, Tuhan telah menentukan perjalanan manusia yang tidak hanya berakhir di dunia saja, melainkan berlanjut pada kehidupan akhirat. Agar peran manusia sebagai khalifatullah fi al-ardh (Q.S. al-Baqarah (2): 30) sebagai peran yang terbatas di dunia memiliki keterkaitan dengan kelangsungan hidupnya di akhirat, manusia dituntut untuk bersikap pasrah secara mutlak kepada Allah, yang disebut ibadah. Mengutip pendapat Hasan Abd al-‘Al, maksum menuliskan “Manusia tidak akan dapat menanggung beban tugasnya sebagai khalifah jika dalam dirinya tidak terbentuk perasaan tunduk (‘ibadah) yang total kepada Tuhan”. Ibadah total inilah ibadah yang terhindar dari menyekutukan Allah dengan yang lainnya (syirik).
Pendidikan Islam memiliki muara akhir untuk membentuk manusia seutuhnya (al-insaan al-kamil). Konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan taqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif. Demikianlah manusia produk pendidikan Islam yang diharapkan pantas menjadi khalifatullah fil- ard.
Masyarakat
Masyarakat dalam Islam dilihat dalam prinsip persamaan (al-musawah). Prinsip ini dilahirkan dari ajaran keesaan Tuhan (tauhid), sehingga seseorang akan selalu merasa merdeka dari penghambaan antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan prinsip tersebut, maka lahirlah konsep “kesetiakawanan sosial” (al-takaful ijtima’i), mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga sampai yang paling besar, yaitu umat manusia umumnya. Dalam masyarakat, hendaknya diperhatikan keseimbangan yang dinamis antara hak dan kewajiban masing-masing individunya dan keseimbangan dalam penanganan seluruh aspek kehidupannya.
Alam semesta
Al-Qur’an memandang alam semesta memiliki kesatuan kosmis yang bersumber dari keesaan Tuhan. Bersumber dari keesaan Tuhan, maka setiap realitas atau bagian dari alam semesta merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Alam yang menurut surat al-Nahl (16): 12-16 adalah diciptakan untuk manusia, maka manusia sebagai khalifah Allah fi al-ardh harus menjaga keserasian ekosistemnya. Dalam melestarikan dan memanfaatkan alam untuk kepentingan manusia sendiri, di mana alam senantiasa berubah maka manusia harus berusaha menguasai ilmu pengetahuan tentang alam semesta ini.
Ilmu pengetahuan
Islam memandang tidak ada pemisahan antara al-din (agama) dan al’ilm (ilmu). Mengutip pendapat Hasan Abd al-‘Al, Maksum berpendapat bahwa pandangan yang memisahkan antara ilmu dan agama adalah keliru. Sehingga tidak bisa dipisahkan antara ilmu aga dengan ilmu umum. Semua ilmu adalah islami sepanjang berada dalam batas-batas yang digariskan Allah kepada kita. Dan ilmu yang mutlak (kebenarannya) adalah milik Allah semata (Q.S. Ali Imron (3): 60).
Dalam perspektif pendidikan Islam, yang menyiapkan manusia agar dapat melakukan perannya, baik sebagai khalifah maupun sebagai ‘abd, maka yang wajib dituntut oleh manusia adalah ilmu yang sifatnya terpadu. Dan mencari ilmu, dalam Islam dimasukkan ke dalam amalan terhormat –sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Islam juga menjunjung tinggi dengan memuliakan orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan (Q.S. al-Mujadalah (58): 11).
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Dasar Pendidikan Islam
Sebagai sebuah aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asa atau dasar yang dijadikan landasan operasional proses pendidikan. Dasar tersebut yang akan membuat pendidikan berjalan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Menurut Samsul Nizar, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik (siswa) ke arah pencapaian pendidikan. Dan dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah (hadits).
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata, namun juga karena kebenaran yang terdapat dalam keduanya dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Kebenaran al-Qur’an mutlak dan tidak ada keraguan di dalamnya (Q.S. al-Qur’an (2): 2). Al-Qur’an akan selalu terjaga kemurniannya sepanjang masa (Q.S. al-Ra’du (15): 9). Adapun hadits, dalam pendidikan Islam mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya, (2) menyimpulkan metode pendidikan Islam ala Rasulullah bersama para sahabat, perilaku beliau terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah rasulullah lakukan.
Sementara itu, Sa’id Ismail Ali, sebagaimana dikutip Langgulung, menyebutkan ada 6 macam dasar pendidikan Islam, yaitu; al-Qur’an, Sunnah, qaul al-sahabat, masalih al-mursalah, ‘urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim.
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Prinsip Dasar Pendidikan Islam
Pembahasan berikutnya tentang ontologi pendidikan Islam adalah apa saja
prinsip dalam pendidikan Islam. Kajian tentang prinsip pendidikan Islam menjadi
penting agar terlihat jelas bedanya dengan pendidikan umum dan juga pendidikan
Barat yang sekuler.
Dalam buku Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Maksum menyebutkan
sedikitnya ada empat prinsip dasar pendidikan Islam;
Pendidikan Islam adalah bagian dari Proses rububiyah Tuhan
Dengan mengurus, memelihara dan menumbuhkembangkan alam secara bertahap
dan berangsur-angsur maka Tuhan adalah murabbi (pendidik) sebenarnya. Adapun
peran manusia dalam pendidikan secara teologis dimungkinkan karena posisinya
sebagai makhluk, ciptaan Allah, yang paling sempurna dan dijadikan sebagai
khalifah fi al-ard (pengganti atau wakil Tuhan di muka bumi), Q.S. al-An’am (6): 165.
Status ini mengimplikasikan bahwa manusia secara potensial memiliki sejumlah
kemampuan yang diperlukan untuk bertindak sesuai dengan ketentuan Tuhan.
Sebagai khalifah, manusia yang juga mengemban fungsi rububiyyah Tuhan terhadap
alam semesta termasuk juga diri manusia sendiri.
Dengan pertimbangan di atas dapat dikatakan bahwa karakter hakiki
pendidikan Islam pada intinya terletak pada fungsi rububiyyah Tuhan yang secara
praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia. Dengan kata lain, pendidikan
Islam tidak lain adalah keseluruhan dari proses dan fungsi rububiyyah Tuhan terhadap
manusia, sejak dari proses penciptaan serta pertumbuhan dan perkembangannya
secara bertahap dan berangsur-angsur sampai dewasa dan sempurna, baik dalam
aspek akal, kejiwaan maupun jasmaninya. Selanjutnya, atas dasar tugas
kekhalifahan, manusia sendiri bertanggung jawab untuk merealisasikan proses
pendidikan Islam (yang hakekatnya proses dan fungsi rububiyyah Allah) tersebut
dalam dan sepenjang kehidupan nyata di muka bumi (dunia) ini.
Dalam proses pendidikan ini, menurut Nizar, manusia harus mendayagunakan
potensi yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya secara bertanggung jawab dalam
rangka merealisasikan tujuan dan fungsi penciptaannya di alam ini, baik sebagai
‘abd maupun khalifah fi al-ard.
Pendidikan Islam berusaha membentuk manusia seutuhnya
Manusia dalam pandangan al-Qur’an dan al-Hadits
adalah manusia yang lengkap, terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, unsur jiwa
dan akal, unsur nafs dan qalb. Pendidikan Islam tidak dikhotomis dalam
menangani unsur-unsur tersebut dengan mengangap lemah atau mengunggulkan yang
satu atas yang lainnya. Semua unsur merupakan satu kesatuan organis dan dinamis
yang saling berinteraksi. Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk
mengubah kesempurnaan potensi itu menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan
hidupnya. Pendidikan Islam harus mampu menjaga keutuhan unsur-unsur individual
anak didiknya dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Tuhan.
Dalam bahasa Nizar, pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep
kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qalbiyah dan ‘Aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara
intelektual dan terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah atau
dipisahkan dalam proses pendidikan Islam, maka manusia akan kehilangan
keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi-pribadi yang sempurna
(al-insan al-kamil).
Pendidikan Islam selalu berkaitan dengan agama
Pendidikan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan
dan memantapkan kecenderungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama
(al-din) menjadi petunjuk dan penuntun ke arah itu. Karena itu, pendidikan
Islam selalu menyelenggarakan pendidikan agama (diniyyah). Dalam konteks ini,
pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau
ketrampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan
semuanya itu dengan kerangka pratek (‘amaliah) yang
bermuatan nilai moral. Jadi, pengajaran agama dalam pendidikan Islam tidak
selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal, tetapi dalam pengertian “essensi”nya yang dapat
saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak
proporsional sebagai ilmu sekuler.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan terbuka
Dalam Islam diakui adanya perbedaan manusia. Akan tetapi perbedaan itu
bukanlah perbedaan yang hakiki, karena perbedaan yang sesungguhnya terletak
pada amal perbuatan (Q.S. al-Mulk (67): 2) dan ketaqwaan seseorang (Q.S.
al-Hujurat (49): 13). Pendidikan Islam berwawasan kemanusiaan yang melampaui
batas-batas tempat, waktu, bahasa dan lain-lainnya yang sesuai dengan
universalitas ajaran Islam sendiri. Keterbukaan pendidikan Islam juga ditandai
dengan kelenturan dalam mengadopsi (menyerap) unsur-unsur positif dari luar
Islam yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakatnya dengan tetap
menjaga dasar-dasar orisinalitas (shalih) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Karena itu, pendidikan Islam pada
dasarnya bersifat terbuka, demokratis dan universal.
Masih tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam, M. Chabib Thoha
menyatakan bahwa ketika Allah memperkenalkan misi manusia untuk mendiami bumi
dengan menjadikannya sebagai khalifah di bumi (Q.S. al-Baqarah (2): 30-34), yaitu
misi khalifah bukan penguasaan manusia atas manusia, melainkan juga tugas
kependidikan sebagai konsekuensi tanggung jawab intelektual untuk menegakkan
kebenaran. Karena itu, hakikat pendidikan Islam bukan bertujuan untuk
meleburkan sifat dan potensi insani ke dalam sifat dan potensi malakian (sifat
malaikat), melainkan justru merupakan proses pemeliharaan dan penguatan sifat
dan potensi insani sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kebenaran.
Berdasarkan hal itulah maka dikemukakan bahwa prinsip-prinsip pendidikan Islam
adalah (1) Pendidikan Islam sebagai proses kreatif (2) Prnsip percaya pada diri
sendiri (3) Pendidikan Islam memberi kebebasan untuk memilih dan (4) Pendidikan
berwawasan nilai.
Sementara itu, Azyumardi Azra yang menyebut prinsip-prinsip dengan
karakteristik pendidikan Islam, menyebutkan identitas pendidikan Islam sebagai
berikut; pertama, penguasaan ilmu pengetahuan, kedua, pengembangan ilmu
pengetahuan, ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan
pengembangan pengetahuan, keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan
hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum, kelima,
penyesuaian kepada perkembangan anak sesuai dengan umur, kemampuan,
perkembangan jiwa dan bakat anak keenam, pengembangan kepribadian sesuai dengan
bakat dan kemampuan terutama berkaitan dengan seluruh nilai dan sistem Islam,
dan ketujuh, penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab yang mengantarkannya
kepada kebahagiaan kelak. Karakteristik inilah yang membedakan sekaligus mencerminkan
eksistensi pendidikan Islam di tengah-tengah pendidikan lainnya. Pendidikan
Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Abd. Rahman Abdullah, mengutip pendapat Munir Mursi, menyebutkan prinsip
dasar pendidikan Islam antara lain adalah;
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersifat sempurna, yaitu mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia baik jasmani maupun ruhani dan akal.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang seimbang antara kehidupan dunia
dan akhirat.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersifat pengalaman, tidak cukup
sekedar perkataan saja tetapi menuntut pengalaman (rukun Islam, semua menuntut
pengalaman bukan saja perkataan lisan melainkan juga perbuatan).
Pendidikan Islam bersifat pribadi dan masyarakat. Dikatakan pribadi
karena berdasarkan keutamaan pribadi menjadi sumber kebaikan dalam masyarakat.
Islam mendidik pribadi agar bermasyarakat. Setiap muslim adalah pemimpin dan
bertanggungjawab atas kepemimpinannya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan mengembangkan fitrah manusia.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengarah kepada kebaikan individu
dan masyarakat.
Pendidikan Islam berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan manusia.
Pendidikan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia.
Prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan beberapa
tokoh pendidikan tersebut, dan tentu masih banyak lagi yang lain, merupakan
karakter pendidikan Islam yang tentu saja berbeda dengan pendidikan umum yang
cenderung liberal dan sekuler. Oleh karen memiliki prinsip sendiri, tentu dalam
proses pendidikan yang meliputi metodologi, materi, teknik dan sebagainya harus
terdapat perbedaan, walaupun tentu tidak menampik adanya kesamaan dalam
beberapa aspek.
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Hakikat Pendidikan Islam
Dari sekian banyak paparan mengenai pengertian pendidikan Islam, maka
penulis coba untuk memahami apa sebenarnya pendidikan Islam. Muhaimin memahami
istilah pendidikan Islam dengan beberapa pengertian;
Pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan Assunnah. Dalam pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam
dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau
dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.
Pendidikan ke-Islam-an atau pendidikan Agama Islam, yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way
of life seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan/atau
menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya; (2) segenap fenomena atau
peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
tertanamnya dan/atau tumbuh kembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada
salah satu atau beberapa pihak.
Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti
proses bertumbuhkembangnya sistem budaya dan peradaban, sejak nabi Muhammad SAW
sampai sekarang. Jadi, dalam pengertian yang ketiga ini istilah pendidikan
Islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama,
budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.
Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami secara berbeda,
namun, masih menurut Muhaimin, pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan
meujud secara operasional dalam satu sistem yang utuh. Konsep dan teori
kependidikan sebagaimana yang dibangun atau dipahami dan dikembangkan dari
al-Qur’an dan as-Sunnah, mendapatkan justifkasi dan
perwujudan secara operasional dalam proses pembudayaan dan pewarisan serta
pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke
generasi, yang berlangsung sepanjang sejarah umat Islam. Proses tersebut dalam
praktiknya berlangsung bersama dan tidak dapat dipisahkan dari proses pembinaan
dan pengembangan manusia atau pribadi muslim pendukungnya pada setiap generasi
sepanjang sejarah umat Islam tersebut.
Agar pemahaman mengenai hakekat pendidikan Islam menjadi lebih lengkap,
maka tidak ada salahnya penulis tambahkan mengenai prinsip-prinsip pendidikan
Islam sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Mujib Muhaimin berikut ini;
Proses transformasi dan intensitas, yaitu upaya pendidikan Islam harus
secara bertahap, berjenjang dan kontiue dengan upaya pemindahan, penanaman
pengetahuan, pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilaksanakan secara
terencana, sistematis dan terstruktur dengan menggunakan pola dan sistem
tertentu.
Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada
pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.
Pada diri anak didik, yaitu pendidikan itu diberikan pada yang mempunyai
potensi-potensi rohani. Dengan potensi itu anak didik dimungkinkan dapat
dididik, sehingga pada akhirnya mereka dapat mendidik. Konsep ini berpijak pada
konsep manusia sebagai makhluk psikis (al-Insan)
Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas pokok
pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara dan menjaga
potensi laten manusia agar ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
kemampuan, minat dan bakatnya. Dengan demikian terciptalah dan terbentuklah
daya kreatifitas dan produktifitas anak didik.
Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya,
yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah terbentuknya “Insan Kamil” (conscience)
yaitu manusia yang dapat menselaraskan kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur
kehidupan dunia akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba –khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi
hubungan manusia. Diharapkan, proses pendidikan Islam yang dilakukan dapat
menjadikan anak didik penuh bahagia, sejahtera dan penuh kesempurnaan.
Senin, 19 Maret 2012
Pendidikan Alternatif Sebagai Solusi
Seperti yang pernah dikatakan Paul Freire dalam bukunya “Pendidikan Kaum Tertindas” bahwa Pendidikan untuk kaum tertindas tidak akan pernah bisa disediakan
oleh kaum penindas. Dalam konteks komersialisasi pendidikan, penyedia lembaga
pendidikan formal kini adalah pemodal. Karena desakan arus pasar bebas(Neoliberalisme),
maka Perguruan Tinggi mau tidak mau harus mengambil peran sebagai pemodal.
Pemodal dalam terminologi struktur kelas berperan sebagai kelas borjuis. Dimana
kelas borjuis merupakan penindas kelas proletar. Tak ayal jika nasib pendidikan
kita saat ini tidak pernah beranjak dari status quo. Sehingga substansi
pendidikan dalam arti sebenarnya tidak pernah tercapai. Substansi pendidikan
itu adalah pencarian akan ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Tetapi ketika
sekelompok pemodal melakukan privatisasi terhadap ilmu pengetahuan, maka
substansi pendidikan tidak akan tercapai jika tidak membayar dengan uang. Jika
fakta empiris sudah seperti ini, maka satu-satunya solusi adalah dengan
membentuk formula pendidikan tersendiri. Pendidikan yang disediakan oleh kaum
tertindas untuk kaum tertindas itu sendiri. Model pendidikan inilah yang
kemudian disebut sebagai Pendidikan Alternatif. Pendidikan yang berpihak kepada
kaum tertindas, pendidikan yang tidak menyebabkan keterasingan diri mahasiswa.
Model pendidikan ini merupakan antitesis dari metode pendidikan “Gaya Bank” seperti yang
sudah saya jelaskan diatas. Dimana Guru tidak lagi menjadi orang yang serba
tahu didalam kelas, tetapi justru menjadi fasilitator bagi murid. Guru tidak
lagi menjadi subjek tunggal dalam proses pendidikan, tetapi murid juga
diposisikan sebagai subjek pendidikan. Sehingga Guru tidak lagi menerangkan,
dan Murid patuh mendengarkan. Tetapi berubah menjadi Guru dan Murid sama-sama
bertukar pikiran. Model pendidikan seperti ini merupakan bentuk perlawanan
konkrit atas komersialisasi pendidikan. Selain mengubah metode pembelajarannya,
model pendidikan alternatif juga mengubah konsep pendidikan mahal. Karena
tujuan metode pendidikan tersebut lebih menekankan pada substansi pendidikan
yang sebenarnya. Jika tujuan pendidikan adalah pembebasan, maka tidak lagi
diperlukan biaya mahal untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Penyelenggara
pendidikan alternatif tidak perlu pusing-pusing memikirkan biaya untuk
memajukan sarana dan prasarana pendidikan. Persaingan yang terjadi bukan lagi
terfokus pada penilaian akreditasi lembaga pendidikan. Tetapi terfokus kepada
persaingan akan mendidik murid mereka untuk menjadi kritis dan menjadi manusia
yang bebas dari penindasan. Kualitas Universitas tidak lagi dipandang dari
perspektif akreditasi, tetapi lebih kepada produktifitas muridnya berkarya.
Semakin banyak murid Universitas tersebut yang menghasilkan karyanya, maka
semakin berhasil Universitas tersebut membebaskan mahasiswanya dari pendidikan
yang menindas.
Oleh karena itu, jika kita mengimpikan sebuah proses pendidikan yang
murah didalam kondisi saat ini. Maka satu-satunya jalan adalah dengan membuat
sebuah model pendidikan baru, yaitu model pendidikan alternatif. Model
pendidikan yang berpihak kepada kaum menengah kebawah. Model pendidikan yang
bertujuan untuk membebaskan dari segala bentuk ketertindasan. Impian hanya
menjadi khayalan jika kita berharap bisa mengubah sistem pendidikan formal
sekarang ini, tanpa membentuk sebuah sistem pendidikan alternatif sebagai
bentuk perlawanan.
Daftar Bacaan:
Paul Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”.
Langganan:
Postingan (Atom)