Label

Minggu, 27 April 2014

“Membentuk Militansi Kader sebagai konseptor dan eksekutor yang religius”

“Membentuk Militansi Kader sebagai konseptor dan eksekutor yang  religius”
RayonTarbiyah dan Keguruan komisariat UIN SGD, cabang Kota Bandung

Berangkat dari sebuah hadist “ kullukum ro’in mas’ulun ‘an ro’iyatihi (setiap dari kamu adalah peminpin, dan akan ditanya dari apa yang dipimpinnya). Hadist ini memang cocok bagi warga pergerakan yang notabene menyandang gelar “kholifah” atau pemimpin dimuka bumi ini.
Dari pemahaman tersebut, kita dapat menarik benang merah, bahwa sebagai manusia dibumi ini kita diberi amanah untuk menjalankan kepemimpinan dari tingkat rendah (memimpin diri sendiri) dan tingkat atas( meminpin orang lain). hal ini menjadi titik pejuangan seorang manusia yang dianugrahi akal ghariji untuk berfikir.
Pada dasarnya,memang, setiap manusia itu lahir sebagai seorang pemimpin atau kader, tapi untuk menjadi benar-benar peminpin, dibutuhkan proses tersendiri dengan prosedur – prosedur tertentu.
PMII sebaga wadah dalam menciptakan pemimpin tersebut hadir dengan berbagai inisiatif pola kaderisasi mencipatakan kader yang militant;yang dapat menggagas, menggerakan, melaksanakan tujuan.
Pola kaderisasi yang pertama sekaligus menjadi ujung tombak pergerakan adalah  MAPABA,  di tingkat rayon ini harus diselenggarakan dengan nilai-nilai yang terkandung di PMII, mulai dari nilai keislamannya, keindonesiaannya dan nilai kemahasiswaannya.
Warga pergerakan ditingkat ini harus dapat merumuskan suatu azas yang menyeluruh, yang dapat menopang seluruh potensi – potensi calon kader dan mengembangkan azas” rumah”, dan ke-pmii-an.
Peribahasa “mengenal Porsi dan posisi” istilahnya sangat cocok untuk membuat konsep pembagian tugas dalam structural rayon dalam rengka pengembangkan azas2 tadi. Filosofi “ didiepan memberi teladan ditengan member bimbingan dibelakang memberi dorongan”, layaknya diterapkan dalam pola kaderisasi.
Orang mengikuti pemimpin, tak lain dan tidak bukan karena dia berada di tingkat atas dalam structural. Namun, seorang pemimpinpun harus dapat menjadi teladan yang religious dapat memberi motivasi dan inspirasi kepada para pengurus dan anggotanya. Karena, Pemimpin adalah cerminan organisasi yang dibawanya.
Orang yang berada ditengah mempunyai kapasitas sebagai pengurus. Harus ada kesinambungan dan pola komunikasi yang baik antara pengurus dan pemimpin itu sendiri. Kereka adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus menciptakan harmoni yang baik di rayon. Dengan demikian, para anggota pun akan merasa nyaman, aman dan memiliki rasa memiliki terhadap pmii itu sendiri.
Ketika rasa memiliki sudah menjadi jiwa di warga pergerakan. Hal yang menjadi tugas selanjutnya adalah mengembangkan potensi – potensi anggota yang berkesinambungan dengan pemberian gizi intelektual.

Semua konsep ini tentu tidak akan pernah berjalan jika kita hanya berwacana saja, tanpa ada refleksi lebih lanjut. Hal yang paling baik untuk mulai merealisasikan gagasan ini adalah dengan niat ikhlas, ridha lillahi’ta’ala  tanpa ingin pamrih atau mendapat keuntungan materil., karena PMII adalah organisasi pengabdian. Dalam pelaksanaan nya pun harus bernuansa budaya islam. Maka daripada itulah perlu antara kerjasama antara pemimpin, pengurus dan anggota untuk menciptakan suasana tersebut.