Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial
Kata Mahasiswa dibentuk dari dua kata dasar yaitu “maha”
dan “siswa”. Maha berarti besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang
sedang belajar. Kombinasi dua kata ini menunjuk pada suatu kelebihan tertentu
bagi penyandangnya. Di dalam PP No. 30 Tentang Pendidikan Tinggi disebutkan
bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan
tinggi tertentu (Bab I pasal 1), yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II pasal 1).
Dengan demikian, mahasiswa adalah anggota dari suatu masyarakat tertentu yang
merupakan “elit” intelektual dengan tanggung jawab terhadap ilmu dan masyarakat
yang melekat pada dirinya, sesuai dengan “tridarma” lembaga tempat dia
bernaung.
Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada
tataran elit karena kelebihan yang dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai
kekhasan fungsi, peran dan tanggungjawab.
Dari identitas dirinya tersebut, mahasiswa sekaligus
mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab
moral.
Bagaimana bentuk peran mahasiswa?
·
Peran dalam
Memperdalam dan mengembangkan diri di dalam pembidangan keilmuan yang
ditekuninya sehingga dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab
intelektualnya.
·
Merupakan jembatan
antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti pemetaan dan pemecahan
masalah-masalah kehidupan sesuai dengan bidangnya.
·
Merupakan dinamisator
perubahan masyarakat menuju perkembangan yang lebih baik. (agen perubahan).
·
Sekaligus merupakan
kontrol terhadap perubahan sosial yang sedang dan akan berlangsung.
Potret peran Mahasiswa dalam pentas sejarah Indonesia
Peran dan posisi mahasiswa dalam perspektif kehidupan
berbangsa dan bernegara, merupakan diskursus yang menarik sepanjang dinamika
kehidupan mahasiswa. Hampir menjadi kenyataan yang lazim bahwa gerakan
mahasiswa terutama di dunia ketiga memainkan peran yang sangat aktif pada
posisi sentral di dalam perubahan sosial-politik, dan hampir tak satupun
penguasa di negara-negara berkembang yang mengabaikan posisi sosial dan
pentingnya representasi politik serta dampak aspirasi dari golongan muda
berpendidikan tinggi ini. Sehingga para pemerhati sosial tidak mengabaikan
fungsi mereka dalam sistem sosial politik baik di negeri maju maupun
berkembang, termasuk di Indonesia.
Dalam arti yang luas, ideologi berisi tatanan nilai yang
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pedoman untuk menjalankan kehidupan
bersama dalam rangka meraih harapan-harapan mereka. Tatanan nilai tersebut
berasal dari tradisi atau adat istiadat dan dapat pula bersumber dari ajaran
agama.
Untuk memahami perkembangan kehidupan ideologi mahasiswa,
yang harus diperhatikan adalah arus perubahan dan pergeseran fokus peranan
mahasiswa dari tahapan proses yang satu kepada proses lainnya. Perubahan
intensitas aktifitas ideologi mahasiswa dipergunakan sebagai petunjuk untuk
memahami pergeseran fokus peranan tersebut. Banyak predikat yang disandang
mahasiswa kaitannya dengan ideologi yang diperjuangkan, horison mahasiswa yang
menempatkan pada posisi strategis inilah yang mungkin menjadikan fungsinya sebagai
agent of social change dan man of analysis, menjadi jargon yang dimitoskan.
Dalam kurun waktu sejarah gerakan mahasiswa yang strategi
dan menonjol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, terjadi pada
kurun waktu 1910-an sampai dengan 1930-an dan yang kedua pada era 1960-an.
Peran ideologi mahasiswa tahun 1910-an sampai dengan
1930-an terfokus pada peran penggagas, yaitu menyusun, menafsirkan serta
memulasikan pemikiran tentang segenap aspek kehidupan bermasyarakat yang
berasal dari masyarakat asing dan masyarakat sendiri menjadi ideologi yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya sendiri. Mahasiswa dari
generasi Soetomo 1910-an dan generasi Soekarno-Hatta 1920-an, adalah
pemikir-pemikir yang meletakkan dasar ideologi nasiolnalisme bagi bangsa
Indonesia di kemudian hari. Nasionalisme merupakan fokus dari keseluruhan
ideologi yang digagaskan oleh mahasiswa 1910-an sampai 1930-an.
Pada tahun 1940-an gerakan mahasiswa mengalami pergeseran
peran, peran penggagas tidak lagi menonjol. Gerakannya lebih terfokus pada
sebagai pendukung dan penerap dari ideologi yang sudah ada. Dekade 1950-an
dunia mahasiswa kembali disegani, sekalipun kemandirian dan peran sebagai
penggagas semakin menipis. Hal ini di latarbelakangi oleh dominannya peran politik
profesional didalam kehidupan politik. Politisi sipil yang dominan saat itu
berasal dari tokoh politik yang mengalami sosialisasi politik tahin 1910,
1930-an di kampus dalam dan luar negeri (Eropa). Pada era ini kampus sebagai
lembaga lembaga pendidikan tinggi terbelenggu pengaruh politisi dari partai
politik sebagai kekuatan dominan. Akibatnya, kampus dan mahasiswa mengikuti
pola persaingan antar partai dan terpecah berdasarkan politik aliran.
Perjalanan Indonesia era 1910-an sampai 1950-an, menempatkan
kekuatan sipil yang berasal dari kaum intelektual (mahasiswa) sebagai sumber
kepemimpinan bangsa yang dominan. Akan tetapi sejak yahun 1960-an kekuatan
militer muncul sebagai suatu sumber kepemimpinan bangsa yang dominan. Fungsi
parpol bersama ormas pengikutnya sebagai sumber kepemimpinan merosot bersama
penurunan peran politiknya. Namun yang perlu dicatat dalam sejarah gerakan
mahasiswa, pada era 1960-an peran ideologi mahasiswa meningkat tajam. Gerakan
idiologi masa ini, melahirkan angkatan 1966. Dekade 1960-an dengan angkatan
1966-nya telah membentuk identitas sosial mahasiswa sebagai sebuah kekuatan
sosial politik. Persepsi dan konsepsi tentang peran sosial ini, terbentuk dan
menguat sejalan dengan tegaknya hegemoni pemerintahan orde baru.
Di satu sisi lahirlah Orde Baru seiring dengan kehendak
gerakan mahasiswa, sehingga gerakannya mendapat dukungan kekuatan-kekuatan
establishment (ABRI). Disisi lain arus perubahan menuju terbentuknya keuatan
orde baru sebenarnya berangkat dari keinginan militer dan teknorat untuk lebih
memerankan diri dalam konstalasi kehidupan bangsa dan negara setelah melihat
kebobrokan dan kegagalan kekuatan sipil pada pemerintahan demokrasi terpimpin.
Keinginan militer ini diwujudkan dalam Doktrin Dwi Fungsi ABRI diaman ABRI disamping
sebagai kekuatan HANKAM juga memiliki peran sosial politik.
Lakon yang dimainkan mahasiswa angkatan 66 berada dalam
panggung sejarah yang romantis, di dalamnya terjadi aliansi segitiga yang
harmonis antara militer, teknokrat, dan mahasiswa. Ketiganya merupakan bagian
lapisan elit intelegensia yang bakal mengobarkan gagasan modernisasi. Dengan
kata lain disamping militer teknokrat, mahasiswa juga dipercaya sebagai agen
modernisasi atau pembangunan.
Dekade 1970-an aliansi ini pecah akibat berubahnya orientasi
dan strategi pemerintahan orde baru. Cita-cita awal gerakan orde baru sudah
tidak sesuai dengan idealisme dan ideologi mahasiswa. Akibatnya, hampir
sepanjang era 1970-an terjadi protes, kritik, petisi, selebaran dan lobi yang
diarahkan kepada pemerintahan orde baru. Gerakan ini bermuara pada persoalan
demokrasi, peran militer, dan pembangunan ekonomi. Akibatnya gerakan mahasiswa
semakin berhadapan dengan kekuatan represif, yang mengutamakan stabilitas
nasional dalam upaya menjaga kelangsungan pembangunan nasional. Pada gilirannya
gerakan mahasiswa mengalami kemerosotan yang sangat tajam, yang belum pernah
terjadi dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. depolitisasi dan deparpolisasi,
melalui penerapan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi
Kampus) menjadi senjata pamungkas hegemoni Orba terhadap kehidupan mahasiswa.
Lalu kepada mahasiswa yang melanggar NKK/BKK diberikan sanksi akademik yang
berat, mulai dari skorsing sementara atau terbatasnya sampai kepada pemecatan
bahkan dipenjarakan.
Dekade 1980-an adalah masa-masa mandul peran mahasiswa
dalam kancah sosial-politik karena perannya dipersempit dalam peran profesional
saja. Dalam masa-masa ini terjadi proses-proses penggugatan dan penyadaran
terhadap peran sosial-politik mahasiswa. Upaya ini tampak berbuah ketika pada
era 1990-an angin perubahan di dalam diri mahasiswa mulai berhembus, yang
berujung pada munculnya generasi reformasi pada tahun 1990-an akhir ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar