Seperti yang pernah dikatakan Paul Freire dalam bukunya “Pendidikan Kaum Tertindas” bahwa Pendidikan untuk kaum tertindas tidak akan pernah bisa disediakan
oleh kaum penindas. Dalam konteks komersialisasi pendidikan, penyedia lembaga
pendidikan formal kini adalah pemodal. Karena desakan arus pasar bebas(Neoliberalisme),
maka Perguruan Tinggi mau tidak mau harus mengambil peran sebagai pemodal.
Pemodal dalam terminologi struktur kelas berperan sebagai kelas borjuis. Dimana
kelas borjuis merupakan penindas kelas proletar. Tak ayal jika nasib pendidikan
kita saat ini tidak pernah beranjak dari status quo. Sehingga substansi
pendidikan dalam arti sebenarnya tidak pernah tercapai. Substansi pendidikan
itu adalah pencarian akan ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Tetapi ketika
sekelompok pemodal melakukan privatisasi terhadap ilmu pengetahuan, maka
substansi pendidikan tidak akan tercapai jika tidak membayar dengan uang. Jika
fakta empiris sudah seperti ini, maka satu-satunya solusi adalah dengan
membentuk formula pendidikan tersendiri. Pendidikan yang disediakan oleh kaum
tertindas untuk kaum tertindas itu sendiri. Model pendidikan inilah yang
kemudian disebut sebagai Pendidikan Alternatif. Pendidikan yang berpihak kepada
kaum tertindas, pendidikan yang tidak menyebabkan keterasingan diri mahasiswa.
Model pendidikan ini merupakan antitesis dari metode pendidikan “Gaya Bank” seperti yang
sudah saya jelaskan diatas. Dimana Guru tidak lagi menjadi orang yang serba
tahu didalam kelas, tetapi justru menjadi fasilitator bagi murid. Guru tidak
lagi menjadi subjek tunggal dalam proses pendidikan, tetapi murid juga
diposisikan sebagai subjek pendidikan. Sehingga Guru tidak lagi menerangkan,
dan Murid patuh mendengarkan. Tetapi berubah menjadi Guru dan Murid sama-sama
bertukar pikiran. Model pendidikan seperti ini merupakan bentuk perlawanan
konkrit atas komersialisasi pendidikan. Selain mengubah metode pembelajarannya,
model pendidikan alternatif juga mengubah konsep pendidikan mahal. Karena
tujuan metode pendidikan tersebut lebih menekankan pada substansi pendidikan
yang sebenarnya. Jika tujuan pendidikan adalah pembebasan, maka tidak lagi
diperlukan biaya mahal untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Penyelenggara
pendidikan alternatif tidak perlu pusing-pusing memikirkan biaya untuk
memajukan sarana dan prasarana pendidikan. Persaingan yang terjadi bukan lagi
terfokus pada penilaian akreditasi lembaga pendidikan. Tetapi terfokus kepada
persaingan akan mendidik murid mereka untuk menjadi kritis dan menjadi manusia
yang bebas dari penindasan. Kualitas Universitas tidak lagi dipandang dari
perspektif akreditasi, tetapi lebih kepada produktifitas muridnya berkarya.
Semakin banyak murid Universitas tersebut yang menghasilkan karyanya, maka
semakin berhasil Universitas tersebut membebaskan mahasiswanya dari pendidikan
yang menindas.
Oleh karena itu, jika kita mengimpikan sebuah proses pendidikan yang
murah didalam kondisi saat ini. Maka satu-satunya jalan adalah dengan membuat
sebuah model pendidikan baru, yaitu model pendidikan alternatif. Model
pendidikan yang berpihak kepada kaum menengah kebawah. Model pendidikan yang
bertujuan untuk membebaskan dari segala bentuk ketertindasan. Impian hanya
menjadi khayalan jika kita berharap bisa mengubah sistem pendidikan formal
sekarang ini, tanpa membentuk sebuah sistem pendidikan alternatif sebagai
bentuk perlawanan.
Daftar Bacaan:
Paul Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar